Cuap-cuap #14 : Kagumku pada Mereka, Tak Pernah Salah


Thank You on wooden blocks
(source : unsplash.com/cmhedger)
Selama menginjak umur 22 tahun, begitu banyak guru/dosen yang telah berjasa memberiku ilmu. Jazakumullah khayran buat semuanya. Namun, dari sekian banyak itu, hanya dua yang masih membekas kuat diingatan, bahkan rasa kagumku tak pernah hilang sampai sekarang.

Sosok pendidik (ya, aku menggunakan kata pendidik bukan pengajar) tersebut adalah Bapak Joko Sadono (guru kimia ketika SMA) dan Bapak Muhyarsyah (dosen Akuntansi ketika kuliah). Mengenai kata ‘pendidik’ dan ‘pengajar’ adalah dua hal yang sekilas nampak sama namun ternyata berbeda.

Pengajar berasal dari kata ajar dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) yang artinya petunjuk kepada orang supaya diketahui (dituruti). Dari sini dapat dipahami bahwa ajar; mengajar adalah suatu tindakan untuk membuat orang lain mengerti, atau paham akan sesuatu. Sedangkan pendidik berasal dari kata dasar didik, dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Jadi, status pendidik sudah tentu pengajar, sedangkan pengajar belum tentu seorang pendidik. Banyak status-status pengajar disekitar kita, mereka yang hanya sekedar masuk, lalu mengajar, tanpa tahu apakah anak didiknya mengerti atau tidak yang penting masuk. Tak banyak pula pengajar sekedar masuk hanya untuk absen, kasih tugas, lalu main gadget yang penting masuk . Ada pula yang datang ke sekolah, tapi tidak masuk kelas (makan gaji buta).

Apalagi, sekarang ini jadi pendidik itu ‘berat’. Tidak semua orang kuat melakukannya. ‘Main fisik’ sedikit, ngadu (anak zaman now),lapor, proses, bui. Sangat miris. Inilah hal yang membuat pengajar mengurungkan niatnya menjadi pendidik. Akhirnya, banyak guru/dosen yang tidak peduli dengan anak didiknya sendiri, toh yang penting sudah melakukan kewajiban sebagai pengajar.

Tapi, tak sedikit juga lho pendidik-pendidik yang sangat berjasa untuk negeri kita ini. Berusaha menyeimbangkan akhlak serta ilmu pada anak didiknya. Dan selama aku hidup, baru dua orang kutemui yang seperti itu.

1.     Bapak Joko Sadono


(source: instagram.com/sarisyukur)
Teman-temanku ada yang memanggil Beliau dengan sebutan Bapak Joki (Joko Kimia).
Pendidik yang satu ini mengajar subjek kimia. Yang awalnya sih, aku tak suka-suka amat pada subjek ini. Awalku bertemu dengan Beliau adalah di kelas XI IPA 3, wali kelasku. Kesan pertama yang kudapatkan darinya adalah ‘biasa saja’. Fyi, aku kurang suka dengan guru laki-laki karena mereka biasanya kebanyakan ‘agak ganjen’ (you know ganjen? genit) dengan muridnya (menurutku). Jadi, itulah yang terlintas dikepalaku saat mengetahui sosok wali kelasku adalah laki-laki. Kelas pasti berantakan, kacau, dan acuh tak acuh. Ternyata aku salah.

Sering kali aku ngejudge buku berdasarkan sampulnya. Begitupun terhadap Beliau. Beliau menjadikan subjek yang susah menjadi menyenangkan. Aku selalu bersemangat ketika Beliau masuk kelas. Beliau sangat murah senyum. Banyak kelas yang iri dengan kelas kami, karena dipimpin oleh wali kelas pak Joko ini. Beliau orangnya care terhadap kelas, apalagi anak didiknya.

Rasa kagumku tak berhenti sampai disitu. Beliau ini orangnya suka memberi pesan yang tersirat melalui sebuah cerita. Banyak sekali cerita yang telah Ia ceritakan kepadaku, dan entah aku yang naif atau telmi, aku kurang menangkap dengan jelas maksudnya.

Di masa-masa akhir SMA aku baru mengetahui, bahwa Beliau pendidik yang beda. Beliau sering membaca. Banyak sirah nabawiyah yang kutemukan di meja Beliau. Bahkan, buku mengenai penyimpangan agama pun ada. Aku memperhatikan semua detail buku yang Beliau baca. Menakjubkan. Tak menyangka saja Beliau bakalan mengonsumsi bacaan sejenis itu.

2.     Bapak Muhyarsyah

(source : facebook.com/Muhyarsyah Tanjung)
Dosenku yang satu ini, sangat pandai menyindir dengan halus. Aku pun tak terlewat, pernah terkena sindiran halusnya, yang kubalas dengan cengiran khas milikku hehe. Setiap ada namanya di mata kuliah, aku selalu berusaha mengambil kelasnya walaupun teman-temanku mengambil kelas lain.

Beliau ini sangat murah senyum, baik hati, dan lihai dalam menyampaikan sebuah ilmu. Bahkan ketika mendeskripsikan pemandangan alam saja, yang Beliau upload di sosial meBeliau, Beliau seperti mengajar dikelas (lol). Sangat detail dan luar biasa sekali.

Beliau ini juga menghargai pendapat mahasiswa, dan juga meluruskan pendapat yang kurang tepat tanpa menjatuhkan si pemberi pendapat. You get my point? Beliau mengajak untuk menang bersama bukan untuk kepentingan sendiri. Ah sungguh aku kagum dengannya.

Sayangnya, aku punya pengalaman buruk dengannya (mungkin Beliau tidak tahu). Aku hampir ditabrak olehnya (dengan mobil) di area kampus. Namun, alhamdulillah pertolongan Allah datang lewat temanku ‘Eza’. Nyaris, sedikit lagi aku hampir mati konyol di semester 5.

Dan beliau pula yang telah menamparku dengan pengalaman berharga. Jadi, ketika lagi sibuk-sibuknya skripsian, aku dan teman-teman seperjuangan mengalami kesulitan yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Akhirnya aku punya saran ‘Konsultasi sama pak Muhyar yok’. Waktu itu, hari Jum’at sekitar jam 11 maybe aku nelpon beliau, langsung direject (huhu derita mahasiswa mah gini). Oke, mungkin beliau lagi sibuk.

Setengah jam kemudian, ada telepon masuk dari dosen tercinta. Beliau menyuruh kami datang ke salah satu perguruan Islam setelah sholat dan makan siang. Salah satu temanku mengusulkan untuk membawa makanan buat beliau (sekedar snack makan siang), lalu pergilah kami ke toko kue.

Long story short, sampailah kami di perguruan Islam tersebut. Lumayan susah mencari Beliau. Dan akhirnya ketemulah ruangan ‘pengurus’ maybe (lupa) dan kami harus melewati administrasi/sekretarisnya terlebih dahulu.

Kami dipersilahkan masuk, tiga orang saja (waktu itu berlima). Konsultasi segala macam konsultasi. Beliau menyindirku bahwa aku ‘kurang membaca’ (hehe). Setelah selesai konsul, kami memberikan beliau snack yang sudah kami beli tadi. Dan kalian tau jawabannya?

“Nah, ini nih yang saya ngga suka. Kalian tadi kesini tujuannya mau apa? Konsultasi kan? Kenapa bawa-bawa ini?”

“ngga apa-apa pak, cuma untuk snack makan siang aja kok pak” celetuk salah satu temanku.

“saya sudah makan siang kok. Bawa aja ini”

“ngga apa-apa pak, kami ikhlas kok ngasihnya”

“yasudah kalian kasih ke mbak-mbak didepan aja ya”

Kami salam dan akhirnya pulang. Sungguh ku tak menyangka, masih ada dosen yang seperti itu. Disaat dosen-dosen lain mengambil ‘keuntungan’ pada mahasiswanya, beliau ini yang padahal hanya ‘snack ringan biasa’ saja menolak. Kejujurannya sangat luar biasa.

Sebenernya banyak cerita hebat lainnya dari dua pendidik ini, hanya saja aku tak ingat persisnya seperti apa (tak mungkin hanya sekedar mengarang). Aku bangga menaruh rasa kagumku pada dua pendidik ini. Jazakumullah khayran. Semoga kalian selalu diberi kesehatan agar bisa mendidik lebih banyak lagi manusia-manusia yang tidak seimbang antara akhlak dengan ilmunya. Kalian luar biasa.

Comments

Popular posts from this blog

Cuap-Cuap #17 : It’s All About Him.

Cuap-Cuap #16 : Menikah?

Cuap-cuap #13 : Tagar Tenyearschallenge & Salah Jurusan?