Cuap-cuap #13 : Tagar Tenyearschallenge & Salah Jurusan?
(source : unsplash.com/hannynaibaho) |
Assalamu’alaikum,
ohaa !
Gue
seneng banget pada akhirnya blog gue mendapat feedback yang lumayan bagus
(terima kasih teman-teman yang telah memberikan masukan). Nah, tulisan kali
khusus buat temen esema gue yaitu Sari Ramadhana Syukur (mon maap jika salah
nama), temen seperjuangan eMTe (majelis ta’lim. Rohis lah kalau di Medan
namanya) di Smala. Tetangga gue di Balikpapan (gang rumah kita berdeketan), dan penikmat Bapak Anies
Baswedan (sampai sekarang).
Gue
sebenernya agak aneh ketika manggil dia dengan sebutan ‘Sari’, karena gue
sendiri ketika dirumah juga dipanggil Sari (berasa manggil diri sendiri, jadi
didalam tubuh ini kemudian keluar sesuatu (overthinking biasa) horror ngga sih?).
Apa sih tema yang diangkat kali ini? Kalian bisa liat dari judul yak.
![]() |
(source : instagram.com/raditya_dika) |
1. Tenyearschallenge
Ini
nih, challenge yang sempat heboh beberapa waktu yang lalu (iye gue telat
update). Ada dua foto yang saling dibandingkan. Disebelah kiri diisi foto 10
tahun yang silam, dan disisi kanan untuk keadaan sekarang. Tujuannya sangat
jelas untuk entertainment. Menurut gue, orang yang ikutan challenge ini,
berniat untuk memamerkan bahwa pubertynya
luar biasa. Atau memamerkan bahwa ya dari dulu tetep cantik kok (ngga oplas).
Ya, sah-sah aja sih karena tujuan sosial media sesungguhnya dari lubuk hati
yang paling dalam adalah untuk “PAMER”.
Nah,
dikelompok oposisi ada yang bilang “apaansih anak alay ikut-ikutan
tenyearschallenge”. Gue, ada dikelompok ini. Tapi gue ngga ada tuh ngejudge
anak-anak alay yang ikutan challenge. Buat gue sih ngga masalah ya
selagi (dengerin nih yang cewe) yang diupload itu tidak menunjukkan auratnya.
Kalian tau kan dosanya? Ngalir cuy kaya dosa jariyah. Serem ga tuh?
(source : unsplash.com/heftiba) |
2. Salah
jurusan
Kenapa
bahas jurusan sih? Ini nih permintaan temen gue yang tadi. Die bilang begini
“Aku gak ekspektasi kamu bakalan masuk Akuntansi”. Lah apalagi gue yekan. Iye sodara-sodara sebangsa dan setanah air,
gue jurusan akuntansi yang dulunya waktu esema adalah jurusan IPA. Jurusan yang
paling gue bangga-banggakan (karena mikirnya anak IPA itu cerdas, padahal mah
aslinya ngga semua). Kenapa masuk akuntansi? Banyak banget yang nanyain gue
begitu termasuk interviewer gue
ketika gue wawancara kerja. Gue bisa bilang ini karma dan hidayah sekaligus.
-
Karma.
Kenapa
karma bukan kurma? (apaansih gaje banget). Karena bangga banget dulu sama
jurusan IPA, gue too underestimate jurusan IPS. Yap, gue
menganggap bahwa kaum IPS lebih rendah dibandingkan kaum IPA. Kaum IPS adalah
siswa-siswa hasil seleksi yang terbuang.
Gue
sekarang sadar itu salah banget (kalian bisa judge me so hard). Selain itu, gue
juga memandang rendah bahwa pelajaran IPS itu “kacang” daripada IPA yang
susahnya na'udzubillah. Kalah saing deh pokoknya.
Gue
benci banget semua mata pelajaran IPS termasuk akuntansi. Benciiii banget. Bisa
diliat dari hasil raport gue ketika SMA kelas satu, lebih dominan ke IPA. Dan
sekarang, karma berlaku. Gue ngambil jurusan akuntansi cuy.
-
Hidayah.
Dari
SMA kelas dua, gue sudah berancang-ancang tanpa berkonsultasi dengan orang tua
terlebih dahulu dan menetapkan bahwa jurusan kuliah gue HARUS “kimia
murni/teknik nuklir”.
(source : unsplash.com/hansreniers) |
Long
story short, ketika menghadapi SNMPTN pun gue ngga ada sedikitpun minta saran
dari ortu gue dan mereka pun sepertinya ngga peduli, sampai akhirnya pengumuman
SNM tiba, gue dinyatakan tidak lulus seleksi. Sedih? Masih tegar.
Terus
nyokap nanya “emang ambil jurusan apa?”,
“kimia
murni”.
“Ngapain
perempuan ambil kimia-kimia nanti ngga subur”
“tapi
aku suka”
“ngga
usah, ambil akuntansi aja, biar kerja dikantor” (maksa)
“iya”
Memasuki
tahap SBM. Gue ngga bilang lagi ke ortu. Padahal yang gue ambil of course
“KIMIA MURNI”. Iya gue bohong. Dan ya, hasilnya adalah gue dinyatakan tidak
lulus. Sedih? Banget. Gue sempet ngga percaya kebaikan Allah waktu itu
(ditambah keadaan keluarga gue yang berantakan) dan menganggap Allah itu jahat
ngga mau ngabulin doa gue yang pengen banget masuk kimia murni (ngga usah
dijudge guys, gue udah judging me so hard kok)
Gue
bingung, mau kuliah diswasta atau menganggur sambil kerja. Nyokap menyarankan
gue untuk menganggur aja. Gue galau dong, umur gue terus nambah ngga mungkin
nganggur.
Karena
ngeliat semua sosial media isinya tentang “kuliah” semua, goyahlah hati kecil
gue dan menginginkan untuk duduk dibangku perkuliahan juga. Akhirnya
mendaftarlah gue di salah satu universitas swasta berlatar belakang
Muhammadiyah (yang dulunya gue benci banget). Tujuan awal, gue ingin sekali
mendaftar di jurusan “Ilmu Komunikasi”, Tapi didetik-detik terakhir gue malah
pilih “Akuntansi” (berasa tangan ada yang gerakin dan hati ada yang bisikin).
Dan
diterimalah gue di Universitas tersebut dengan jurusan akuntansi. Gue membuang
semua kenangan-kenangan terindah gue saat belajar kimia. Gue nggamau lagi mengingat-ingat unsur periodik. Gue nggamau mengingat proses titrasi,
termodinamika (itu fisika woi), stoikiometri, isomer, alkana alkena alkuna dan
lain sebagainya. Gue ngga mau mengingat itu semua. Gue simpan buku kimia tercinta
ditempat yang ngga bisa gue raih. Gue kubur semua mimpi gue dalam-dalam.
Gue
pernah nge-tweet begini “cita-citaku berjalan dilain arah”.
Disinilah
gue sadar, ada pelajaran berharga yang bisa gue petik dari pahitnya kehidupan
kuliah gue.
1. Ridho
Allah bergantung pada ridho orang tua. Mau se-kekeuh apapun lo, mau sekeras
apapun perjuangan lo terhadap suatu hal, kalau orang tua lo ga Ridho ya Allah
ngga kasih.
2. Yang
terbaik menurut kita belum tentu baik menurut Allah, begitupun sebaliknya.
3. Don’t judge a book by its cover.
Gue dulunya benci banget sama organisasi Muhammadiyah, karena gue cuma tau
luarnya aja, gue cuma tau dari oknumnya saja tanpa melihat lebih dalam. Tapi
sekarang malah kebalikannya.
Actually,
cerita aslinya itu panjang banget, tapi ngga
mungkin kan gue tulis disini semua, so, that’s it.
Comments
Post a Comment