Cuap-Cuap #7 : Lelah
(source:unsplash.com/Abbie Bernet)
Assalamu’alaikum, Aloha.
. .
How’s life guys? I hope u
guys fine.
Today, I just wanna tell
you guys about my complicated –transititon-
life. From college-to wild life (hah?) oh I mean real life.
Oke beberapa minggu ini
gua lagi ngga dirumah, dan menginap dirumah seseorang yah sebut saja dia mawar.
She is my college friend. I mean classmate. Not really close but yah bolehlah
dijadikan tujuan untuk menginap.
Gua rasa akhir-akhir ini
gua lagi mengalami yang namanya pendewasaan dalam hidup. Ya semakin kesini gua
semakin sadar bahwa gua nggabisa selamanya bergantung kepada orang lain. Dimana
ngga ada seseorang pun yang benar-bener ikhlas nerima gua apa adanya. Ya I feel
it.
Gua ngerasa setiap orang
yang mendekati gua “pasti ada maunya” tanpa terkecuali. Semuanya. Iya gua tau,
visi gua menjadi sebaik-baik manusia which means bermanfaat bagi orang lain.
Tapi semakin kesini pula gua semakin lelah pretending to be someone else. Lelah.
Semakin kesini gua juga
merasa bahwa I should be independent. Ya, independent dalam hal apapun tapi gua
belum bisa mandiri dalam hal financial. Masih disokong orangtua gua. Gua yang
dulunya penakut (eh ralat deh dari dulu gua juga udah berani, Cuma gua malu
aja) sekarang makin menunjukkan keberanian gua.
Gua lelah.
Gua sensitive
Gua mau nangis. Ah
terkadang juga nangis kejer. Dan hari ini gua nangis terisak-isak like orang
kehilangan sesuatu yang berharga sampe mata gua sembab. karena apa? Gua kecewa
sama orang. Dasar Lintah.
Ingin rasanya gua
menyerah aja dalam hidup ini, tapi when I see my parent’s smile, gua
seakan-akan ga tega ngeliat senyum mereka hancur Cuma karena gua yang ngga
berguna ini. In my whole 22nd life, gua hanya menyusahkan
mereka. Gua sedih.
Kenapa ngga cerita sama
orang lain sih? Oh man, No one cares about me. Karena itu gua paling –anti-
curhat sama orang lain. Except orang tersebut adalah orang yang gua percayai
dapat merahasiakan or menyimpan kesedihan gua rapat-rapat.
Banyak yang kulewati
seminggu ini dan bener-bener menguras energy dan airmata. Gua Cuma bisa curhat
sama pemilik gua, dan pemilik hati gua. Gua harap hidup gua segera berubah.
Ingin rasanya gua mulai
untuk tidak berfikir perasaan orang lain, tidak ikut campur dengan urusan orang
lain dan mencoba untuk tidak melihat keadaan sekitar (karena gua sudah terlalu
sering memikirkan perasaan orang lain sedangkan mereka malah melakukan hal
sebaliknya). Tapi bokap gua pernah bilang “Itu apatis namanya”.
Gua bahagia memiliki
mereka , tapi mereka? gua rasa mereka ngga bahagia memiliki seorang anak
seperti gua yang ngga berguna, ngga kerja aka jobseeker. Selalu nyusahin
mereka. Selalu merepotkan mereka.
Emang, dasar gua sampah.
Mau sampai kapan jadi
sampah?
Comments
Post a Comment